How Campuses of Indonesia Empower SMEs in Indonesia,

                                                                 


                                                                             PENDAHULUAN 


Usaha Kecil Menengah (UKM) mempunyai peranan yang penting dalam pertumbuhan ekonomi dan industri suatu negara (Husband and Purnendu, 1999; Mahemba, 2003; Tambunan, 2005). Usaha kecil penting untuk dikaji karena mempunyai peranan yang krusial dalam pertumbuhan ekonomi pada skala nasional dan regional. Hampir 90% dari total usaha yang ada di dunia merupakan kontribusi dari UKM (Lin, 1998). Disamping itu, UKM mempunyai kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja (Tambunan, 2005). Studi empirik menunjukkan bahwa UKM pada skala internasional merupakan sumber penciptaan lapangan pekerjaan (Olomi, 1999; Lin, 1998; Westhead and Cowling, 1995). Kontribusi UKM terhadap penyerapan tenaga kerja, baik di negara maju maupun negara berkembang, termasuk Indonesia, mempunyai peranan yang signifikan dalam penanggulangan masalah pengangguran Di Indonesia UKM mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan, hal ini ditunjukkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang dinyatakan bahwa untuk memperkuat daya saing bangsa, salah satu kebijakan pembangunan dalam jangka panjang adalah memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan masing-masing wilayah menuju keunggulan kompetitif. Perwujudan kebijakan ini dapat dilakukan salah satunya adalah melalui pengembangan UKM. Selain itu, dikeluarkannya Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2007 tentang Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), menunjukkan makin kuatnya posisi UKM dalam kebijakan pembangunan nasional. Persoalan mendasar dari hal tersebut adalah bagaimana implementasi kebijakan-kebijakan tersebut, sehingga UKM di Indonesia betul-betul menjadi pelaku ekonomi yang mempunyai kontribusi besar dalam memperkuat perekonomian domestik. Berdasarkan penelitian The Hongkong and Shanghai Banking Corporation (HSBC) pada tahun 2007, UKM di Indonesia sangat optimis untuk terus dikembangkan karena sekitar 64% pengusaha UKM di Indonesia mempunyai niat untuk menambah investasi pengembangan bisnis dan sekitar 44% pengusaha UKM di Indonesia mempunyai rencana untuk menambah tenaga kerja. Penelitian ini menyimpulkan bahwa UKM di Indonesia merupakan barometer dari kesehatan ekonomi suatu negara. Penelitian ini lebih menegaskan kembali bahwa UKM di Indonesia telah menunjukkan perannya dalam penciptaan atau pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut Kementrian Negara Koperasi dan UKM (2007) menyatakan bahwa pada tahun 2006 kontribusi UKM dalam penciptaan nilai tambah nasional sebesar Rp 1.778,75 triliun atau sebesar 53,3 persen dari PDB nasional dengan laju pertumbuhan PDB tahun 2005-2006 adalah sebesar 5,40 persen. Begitu pula penelitian Rafinaldi (2004) menyatakan bahwa UKM Indonesia telah memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2009 (SNATI 2009) ISSN: 1907-5022 Yogyakarta, 20 Juni 2009 B-12 kerja, yaitu sebesar lebih dari 50% dari total serapan nasional. Kontribusi ini menunjukkan bahwa UKM di Indoensia mempunyai kemampuan untuk memperkuat struktur perekonomian nasional (Prawirokusumo, 2001). Sementara itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh AKATIGA, the Center for Micro and Small Enterprise Dynamic (CEMSED), dan the Center for Economic and Social Studies (CESS) pada tahun 2000, menunjukkan bahwa karakteristik UKM di Indonesia adalah mempunyai daya tahan untuk hidup dan mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kinerjanya selama krisis ekonomi. Basri (2003) mengemukakan bahwa UKM di Indonesia dapat bertahan di masa krisis ekonomi disebabkan oleh 4 (empat) hal, yaitu : (1) Sebagian UKM menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer goods), khususnya yang tidak tahan lama, (2) Mayoritas UKM lebih mengandalkan pada non-banking financing dalam aspek pendanaan usaha, (3) Pada umumnya UKM melakukan spesialisasi produk yang ketat, dalam arti hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja, dan (4) Terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal. Namun untuk menghadapi krisis ekonomi global dan perdagangan bebas multilateral (WTO), regional (AFTA), kerjasama informal APEC, dan ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun, UKM dituntut untuk melakukan perubahan guna meningkatkan daya saingnya agar dapat terus berjalan dan berkembang. Salah satunya adalah dengan cara menggunakan teknologi informasi (TI). Penggunaan TI dapat meningkatkan transformasi bisnis melalui kecepatan, ketepatan dan efisiensi pertukaran informasi dalam jumlah yang besar. Studi kasus di Eropa juga menunjukkan bahwa lebih dari 50% produktifitas dicapai melalui investasi di bidang TI. UKM dikatakan memiliki daya saing global apabila mampu menjalankan operasi bisnisnya secara reliable, seimbang, dan berstandar tinggi. 2. USAHA KECIL MENENGAH 2.1 Definisi Beberapa lembaga atau instansi bahkan UU memberikan definisi Usaha Kecil Menengah (UKM), diantaranya adalah Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), Badan Pusat Statistik (BPS), dan UU No. 20 Tahun 2008. Menurut Kementrian Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menegkop dan UKM), bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil (UK) adalah entitas usaha yang mempunyai memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, dan memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000. Sementara itu, Usaha Menengah (UM) merupakan entitas usaha milik warga negara Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000 s.d. Rp 10.000.000.000, tidak termasuk tanah dan bangunan. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UKM berdasarkan kunatitas tenaga kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja 5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitias usaha yang memiliki tenaga kerja 20 s.d. 99 orang. Pada tanggal 4 Juli 2008 telah ditetapkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Definisi UKM yang disampaikan oleh Undang-undang ini juga berbeda dengan definisi di atas. Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang disebut dengan Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). Sementara itu, yang disebut dengan Usaha Menengah adalah entitas usaha yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). 2.2 Klasifikasi UKM Dalam perspektif perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu : a. Livelihood Activities, merupakan UKM yang dzigunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima b. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan c. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor. d. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)Persamaan


A Rahmana - Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi (SNATI), 2009


 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fast and Furious 9; When Will We See You again ?

Abstract in Your Research Project

How far You can Go with English Profeciency Test